TUGAS
SIVA
SIDDHANTA II
SANGGAH
MERAJAN
Dosen
Pengampu: I Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H
Oleh:
Nama:
Putu Yuli Supriyandana
NIM:
10.1.1.1.1.3852
Kelas:
PAH A / V
FAKULTAS
DHARMA ACARYA
INSTITUT
HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Sejarah Perjalanan Sri Kresna Kepakisan Kedesa Pedawa
Ketika terjadi peperangan di keraajan mengwi yang tidak bisa di redakan, salah satu dari patih
dari krajaan yang bernama gusti ngurah pergi meninggalkan kerjaan dan melarikan anak dari raja menguwi, ketika
ini di ketahui oleh sang raja, raja
memerintahkan patih dan para prajurit, untuk mencari igusti ngurah, raja
menyuruh patih jika sudah menemukan Igusti ngurah agar membunuhnya.ini
disebabkan karna sudah melarikan anak dari raja menguwi. Igusti ngurah
mengetahuinya perkataan sang raja, igusti ngurah merasa bersalah dan takut
dibunuh. Lalu ia melakukan perjalana
tanpa tahu ia dimana arah dan tujuan bersama istrinya. .Gusti ngurah
terus dia berjalan melewati dasa petang yang sekarang ini ,dan sampainya dia di
puncak manggu dia beristirahat
bersama istrinya .sambil ia bersembunyi
yang terus dikejar oleh patih yang di utus sang raja menguwi, karna disana
kemalaman dan lelah yang menempuh perjalanan jauh. Pagi harinya IGustu ngurah
ini melanjutkan perjalanan melewati danau bratan dan sampainya ke
wilayah den bukit (buleleng ).ketika dia sampainya di sebuah desa yang bernama
tukad jebol, IGusti ngurah dan istrinya beristarahat
disebuah rumah yang baru ( anyar ).Lama disana IGusti ngurah ini merasa
was-was akibat dia dicari oleh patih dari kerajaan mengwi yang akan membunuhnya akibat kesalahan yang
dibuatnya,IGusti ngurah ini kemudian melanjutkan perjalanan kedesa Gunung sari
yan sekarang di ganti dengan desa pedawa. IGusti ngurah ini tidak langsung di
terima disana karna dia menyandang nama
Gusti,warga disana kebanyakan mesiwa
raga (tanpa kasta) menggunakan nama pan karna disisni tidak ada yang namanya kasta . bahasanya yang tidak menggenal kasta yang nana tidak
bersorsinggih Baik orang yang lebih tua maupun yang anak anak sama
rata dalam mengucapkan bahasa sehari hari . iGusti ngurah disuruh menghilang kan kastanya jika ingin
selamat dari kejaran patih kerajaan mengwi . Igusti ngurah mau menghilang kan
kastanya,dan mau menyineb wanga.sehingga sekarang berganti nama pan ketoktok ,pan ketoktok diterima
disana . raja mayung yang menerima pan ketoktok dan menyelamatkannya.Suatu
ketika patih dari kerajaan mengwi menayakan nama IGusti ngurah kepada raja pengempelan lalu raja pengempelan
menjawab bahwa di desa gunung sari tidak ada catur kasta disini apalagi yang
anda tanyakan dengan sebutan IGusti ngurah .Disini hanya memanggil orang dengan
sebutan pan, disana patih kerajaan
mengwi akhirnya di pulang lagi kekerajaan . pan ketoktok akhirnya selamat dan menetap di desa gunung sari.pan ketoktok dan
istrinya disana membuat pura yang mana puranya hanya ada dua pelingih .dua
pelingih ini hanya berupa gedongan satu
dan piasan, gedongannya sebagai pengayatan ida bhatara taman ayun dan piasannya
tujuannya sebagai pesandekan ida bhatara dan lelulur yang menghadiri upacara
(piodalanya). Suatu ketika Pan ketoktok kembali melihat rumah yang dia
singgahi sebelum melanjutkan perjalanan ke gunung sari.dan istrinya , ketika
sampainya dirumah tersebut rumah itu masih utuh seperti semula. Rumah itu kemudian hancurkan karna pan ketotok tidak tinggal
disana . smpainya pan ketotok di desa gunung sari tepatnya di wilayah mayung pan ketoktok terus di landa musibah yang nama ini berupa semut yang terus mengganggu dia
dan istrinya, berserta anaknya.maka dari itu pan ketotok meninggalkan mayung
dan tinggal di dusun desa. Panketoktok kemudian
membuat sanggah (merajan dadia ) diwilayah mayung , sanggah dadia yang
dibuatnya yang menyungsuh hanya 1 kk dan terus berlanjut dan sampai sekarang 150kk,
kemudian dari rapat para pengelingsir pelinggih yang ada di mayung akan di
pindahkan dusun desa pedawa, disebabkan
karna krama pura yang ada di mayung
semakin banyak . maka dari itu sanggah
yang ada di mayung akan di pindahkan,semua karma sanggah akhirnya setuju akan
tetapi ketika pembuatan sanggah,terjadi perselisihan antara salah satu orang
yang di hormati disana, ini disebabkan karna orang ini yang memborong
mengkorupsikan uang untuk membeli bahan-bahan bangunan sanggah. Dari situlah
sebagian krama masih tinggal disana dan
tidak mau ikut memindahkan sanggah ke dusun desa. Warga yang tidak mau ikut
sekitar 12 kk,selain itu yang mau pindah sekitar 150 kk. Setelah yang 150kk ini
yang mau membuat sanggah letaknya di dusun desa, krama sanggah masah belum
punya kawitan masih menganggap bahwa ada pura yang letaknya di menguwi tepatnya
di uma abian itu dikatakan sanggah
kawitan,dan tempat pertirtaanya tempatnya di taman ayun. Pada tahun 1995 warga
mulai di landa musibah di antaranya sakit gila, krama di bingungkan,krama
bertengkar. Ketika di tanyakan kedukun, dikatakan bahwa belum punya kawitan,
baru dari kena musibah ini krama dadia
mulai mencari kawitanya, untuk mencari pura kawitan ini melalui petunjuk dari
pura puncak manik yang ada di melanting
dari sana disuruh ke kabupaten klungkung tepatnya didesa gelgel.krama mulai
merembug dengan sesepuh dadia untuk mencarinya kesana. Krama dan sesepuh dadia
setuju untuk mencari kegelgel,
sampainya digelgel krama menanyakan ke
pemangku disana bahwa dinama tempat pura dalem dasar gelgel.
Kemudian
pemangku disana menanyakan dari mana saudara dan tujuan ragane kesini, dari
pertanyaan pemangku, krama dadia krama
dadia menjawab tiang saking pedawa kec
banjar kab buleleng. Tujuan tiang kesini tiang mencari pura kawitan titiang,
karna dadia setiap ada orang sakit dan ditanyakan ke dukun selalu di bilang belum punya kawitan, maka
dari itu tiang di suruh kesini oleh pemangku di pura puncak manik yang ada di melanting. Kemudian pemangku disana
menyuruh bertemu dengan igusti agung yadnya di gianyar, pada saat itu
kejadiannya aneh ketika disuruh menemui igusti agung yadnya mendadak ada orang yang mau mengantar kerumah
agung yadnya. Sampainya dirumah agung yadnya
krama mengatakan kepadanya tentang
musibah yang melanda dadia disana dan tiang suruh mencari kawitan di desa
gelgel. Maka dari itu agung yadnya mengatakan kepada krama dadia, kawitan
ragane mewaste sri kresna kepakisan. Tiang sudah diberikan petunjuk oleh beliau
bahwa ada orang yang akan mencari kawitan. Agung yadnya mengajak ke pura
kawitan sri kresna kepakisan yang ada di
br nyuhaya desa gelgel. Krama percaya dan yakin dari petunjuk dan
cerita yang dikatakan bahwa pura
kawitannya ada disini, kemudian krama disuruh kembali lagi dan disuruh membawa
banten, untuk nguningang bahwa krama tiang disini pura kawitanya. Inilah
keturunan sri kresna kepakisan yang ada di desa pedawa.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Sanggah Merajan (Sanggah Dadia)
Sanggah Pamerajan
berasal dari kata : Sanggah, artinya Sanggar, = tempat suci; Pamerajan berasal
dari Praja = keluarga. Jadi Sanggah Pamerajan artinya = tempat suci bagi suatu
keluarga tertentu. Untuk singkatnya orang menyebut secara pendek : Sanggah, atau
Merajan. Tidak berarti bahwa Sanggah untuk orang Jaba, sedangkan Merajan untuk
Triwangsa. Yang satu ini kekeliruan di masyarakat sejak lama,Pura Panti dan
Pura Dadia pada dasarnya berada pada kelompok dan pengertian yang sama. Artinya
apa yang dimaksud dengan Pura Panti dapat pula disebut dengan Pura Dadia. Sama
halnnya dengan sebutan sanggah dapat pula disebut dengan istilah merajan. Yang
membedakannya hanyalah terletak pada jumlah penyiwi atau pemujanya.Di dalam
lontar sundarigama bahwa: Bhagawan Manohari, beliau beraliran Siwa mendapatkan
tugas dari Sri Gondarapati, memelihara dengan baik Sad Kahyangan kecil, sedang
dan besar, sebagai kewajiban semua orang. Setiap 40 pekarangan rumah(keluarga)
disabdakan mendirikan panti, adapun setengah dari jumlah tersebut(20 keluarga)
agar mendirikan Palinggih Ibu, kecilnya 10 pekarangan keluarga mendirikan
palinggih Pratiwi(Pertiwi) dan setiap keluarga mendirikan Palinggih
Kamulan(sanggah/merajan).Diluar isi yang tersurat diatas tetapi masih termasuk
dalam kelompok Pura Kawitan adalah Pedharman yang dipandang sebagai tempat
pemujaan tertinggi untuk memuja leluhur. karena keturunan yang sekarang adalah
keturunan yang kesekian puluh kalinya dari leluhur yang bersangkutan. Tentu
berbeda jika bersembahyang di Pura Kawitan yang tergolong sanggah sampai Pura
Panti masih dapat saling mengenal karena akan lebih mudah menemukan hubungan
keluarga dalam susunan keluarganya. Dewasa ini banyak umat Hindu yang berusaha
mencari jejak silsilah atau asal muasal leluhurnya sampai keberadaannya. Hal
ini tentu sangat positif untuk menumbuhkembangkan ajaran Pitra Puja dimana kita
diwajibkan untuk selalu bhakti/menghormati kepada para leluhur yang telah
suci(Atma Sidha Dewata). Dalam lontar Purwa Bhumi Kemulan antara lain
disebutkan: yan tan semangkana tan tutug pali-pali sang dewapitra manaken
sira gawang tan molih ungguhan, tan hana pasenetanya. Artinya: bilamana
belum dilaksanakan demikian(belum dibuatkan tempat suci) belumlah selesai
upacara yang dewapitra(leluhur) tidak mendapat suguhan dan tidak ada tempat
tinggalnya. Lebih lanjut di dalam lontar ini dijelaskan : apan sang
dewapitranya salawase tan hana jeneknya. Terjemahan: oleh karena sang
dewapitra(leluhur) tidak ada tempat menetapnya, dapat dijelaskan bahwa upacara
ngunggahang dewapitra(leluhur) adalah untuk menetapkan sementaradari
dewapitra(leluhur) pada bangunan pemujaan sebagai simbolis, bahwa dewapitra
telah mempunyai sthana tempat yang setara dengan dewa.Lontar nagarakrethagamaDisebutkan: ngka tang
nusantarane Balya matemahan secara ring javabhumi, dharma mwang kramalawan kuwu
tinapak adeh nyeki sampu tiningkah. Maksudnya: yang diterapkan di
Bali persis mengikuti keadaan di Jawa terutama berkaitan dengan bentuk bangunan
candi, pasraman dan pesanggrahan atau rumah. Yang disebut candi tidak lain
adalah parahyangan untuk memuja leluhur. Didalam lontar ciwagama diuraikan
tentang ketentuan mendirikan pelinggih(bangunan suci) yang disebut ibu dan
panti. yang dimaksud dengan pelinggih didalam lontar ini adalah tempat suci
untuk memuliakan dan memuja arwah leluhur, di Bali ini disebut merajan/sanggah.
Bagi masyarakat Hindu di Bali merajan tidak saja sebagai tempat memuja leluhur
tapi juga sebagai tempat untuk memuliakan dan memuja Hyang Widhi dengan segala
prabawaNya.
2.2
Adapun
Pembagian Pelinggih Yang Ada Disanggah Dadia Sri Kresna Kepakisan Di Desa
Pedawa:
2.2.1 Terdapapat di Nista Mandala.
1. Pelinggih Pecalang
Istilah
pelinggih pecalang dalam Sastra Dresta disebut dengan penjaga atau pengaman
disekitaran pelinggih .Dalam lontar Kala Tattwa disebutkan bahwa Ida Bethara
Kala bermanifestasi dalam bentuk pecalang/ Sawah/ Abian dengan tugas
sebagai pengaman , sama seperti
manifestasi beliau di Sanggah Pamerajan atau Pura dengan sebutan Pangerurah,
Pengapit Lawang, atau Patih.Di alam madyapada, bumi tidak hanya dihuni oleh
mahluk-mahluk yang kasat mata, tetapi juga oleh mahluk-mahluk yang tidak kasat
mata, atau roh.Roh-roh yang gentayangan misalnya roh jasad manusia yang lama
tidak di-aben, atau mati tidak wajar misalnya tertimbun belabur agung (abad ke
18) akan mencari tempat tinggal dan saling berebutan.Untuk melindungi diri dari
gangguan roh-roh gentayangan, manusia membangun Palinggih Sedahan. Pecalang boleh ditempatkan di mana saja asal pada
posisi “depan ” jika yang dianggap “hulu” adalah Sanggah dadia .
Karena fungsinya sebagai pengaman ,
sebaiknya berada dekat pintu gerbang sanggah . Jika tidak memungkinkan boleh
didirikan di tempat lain asal memenuhi aspek kesucian.
Yang perlu diperhatikan,
bangunan pelinggih pecalang harus
memenuhi syarat:
1). Pondamennya batu dasar terdiri dari dua buah bata merah
masing-masing merajah “Angkara”
dan “Ongkara”
2). Sebuah batu bulitan merajah “Ang-Mang-Ung”; berisi akah
berupa tiga buah batu: merah
merajah “Ang”, putih merajah “Mang”,dan hitam merajah “Ung” dibungkus kain
putih merajah Ang-Ung-Mang
3). Di madia berisi pedagingan: panca datu, perabot tukang,
jarum, harum-haruman, buah pala,
dan kwangen dengan uang 200, ditaruh di kendi kecil dibungkus kain merajah padma
dengan panca aksara diikat benang tridatu
4). Di pucak berisi bagia, orti, palakerti, serta
bungbung buluh yang berisi tirta wangsuhpada
Pura Kahyangan Tiga.
Persyaratan
ini ditulis dalam Lontar Widhi Papincatan dan Lontar Dewa Tattwa. Jika
palinggih sedahan tidak memenuhi syarat itu, yang melinggih bukan Bhatara Kala,
tetapi roh-roh gentayangan itu antara lain Sang Butacuil.Jika sedahan karang
di-”urip” dengan benar, maka fungsi-Nya sebagai Pecalang sangat bermanfaat
untuk menjaga ketentraman krama sanggah
dan menolak bahaya sehingga terwujudlah krama sanggah yang harmonis,
bahagia, aman tentram, penuh kedamaian. Adapun sarana banten yang di haturkan
di pelinggih pecalang:banten ketipat gong yang diisi telur satu biji. Mantra
(bahasa see) yang di gunakan yaitu sane ngilingang driki tiang ngaturin tipat gong taluh abungkul.adapun
ukuran dalam membuat pelinggih pecalang, panjang 60 cm dan lebar 40 cm.
2.
Dapur/Pewaregan
Ini merupakan
tempat menyalakan api ini tujuan pembuatanya agar ketika pada saat pelaksanaan
persembahyangan mudah untuk mengambil api ketika melaksanakan upacara atau
piodalan yang mana misalkan memerlukan
api pasepan untuk sarana upacara atau memasak air.
4.
Gedong Simpen
Ini
merupakan sebagai tempat penyimpanan sarana upacara atau penyimpanan
wastra pelinggih agar mudah mengambil
ketika melakukan upacara. Ukuran membuat gedong simpen yaitu panjang 6 meter
dan lebar 5 meter.
5.
Balai Pesandekan
Bangunan-bangunan
ini sebagai tempat krama sanggah untuk berkumpul bercengkram sebelum
memulai persembahyangan dan juga
sebagai tempat krama sanggah melaksanakan sangkep ukuran bale pesadekan yaitu
panjang 5 meter dan lebarr 3 meter.
2.2.2
Terdapat di Madya Mandala.
1.
Paibon
Merupakan
pemujaan kepada leluhur merupakan kewajiban bagi umat hindu sebagai pelaksanaan ajaran pitra yadnya dan erat
kaitannya dengan adanya pitra rna. Secara fisik, terutama bagi umat hindu di
bali dan sekarang sudah pula dibawa konsepnya di luar bali, wujud nyatu
ditandai denga dari pitra puja itu pendirian sanggah/merajan. Merajan inilah
yang berfungsi sebagai tempat suci memuja roh suci leluhur yang telah menjadi dewa
pitara (sidha dewata) Menurut suratan lontar siwagama dengan tegas
menyatakan bahwa setiap keluarga (hindu) dianjurkan untuk mendirikan sanggah
kemulan sebagai perwujudan ajaran pitra yadnya yang berpangkal pada pitra rna,
selanjutnya di dalam lontar purwa bhumi kemulan ditambahkan bahwa yang
distanakan atau dipuja di sanggah kemulan itu tidak lain adalah dewa pitara
atau roh suci leluhur. memuja Hyang Widhi/dewa juga untuk memuja dewa
pitara. Hal ini tidak terlepas dari keunikan agama Hindu Bali yang
mengkombinasikan filosofi keyakinan agama Hindu yang bersumber dari India
dengan keyakinan/pemujaan terhadap leluhur dimana diyakini bahwa bahwa setelah
melalui upacara penyucian, roh leluhur tesebut telah mencapai alam dewata dan
menjadi dewa/bhatara pitara. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari
Dharma mereka selama hidup, namun umumnya sejelek apapun tingkah laku seseorang
selama hidupnya, setelah meninggal maka merSelanjutnya mengenai Palinggih Hyang
Kompiang dapat diuraikan sebagai berikut: Palinggih Hyang Kompiang(paibon)
merupakan fenomena baru dalam perkembangan Agama Hindu di Bali yang dimulai
sekitar tahun 1970, yaitu beberapa tahun kemudian setelah diadakannya Karya
Agung Eka Dasa Rudra (1963) di Pura Besakih. Pelinggih paibon ini di jadikan
tempat untuk memanggil orang yang sudah sudah meninggal yang belum bersih,
krama sanggah menyakini bahwa lewat di sanggah paibon gampang memanggil orang
yang sudah meninggal. Yang di gunakan canang daksina baas pipis, sagi saji
dapetan pengiring, soda, pemanisan, suci sari, banten sorohan, punjung kuning. Bahasa
see yang di ucapkan pemangku dadia yaitu prekakan pretaksu sane ngiligang
dewata dewati titiang ring paibon titiang katurin canang daksina baas pipis canang meraka sagi saji dapetan
pengiring soda dan memanggil para dewata dewati. Ukuran pelinggih paibon yaitu
panjang 90 cm dan lebar 40 cm.
2.
Pelinggih Piasan
Pelinggih piasan ini yang berdapingan pada paibon ini
merupakan tempat berkumpulnya para leluhur yang belum bersih maupun sudah
bersih untuk menyaksikan kegiatan upacara(piodalan) disanggah dadia, piasan ini
sering dipakai tempat banten canang
daksina base baas pipis canang meraka. Ukuran pelinggih piasan panjang 70 cm
dan lebar 45 cm.
3.
Pengapit Lawang
yaitu
dua pelinggih yang saling bersebelahan kanan dan kiri yang merupakan stana
Bhatra kala dengan bhiseka jaga jaga yang bertugas sebagai pengaman disekitaran
pura.pengapit lawang sebagai penjaga terhadap makhuk makhluk yang mengganggu
krama dadia. Banten yang di gunakan, tipat gong taluh abungkul. Ucapan diapit
lawang yaitu sane ngilingang driki ring apit lawang katurin pelawane
apunggel tipat gong taluh
abungkul.ukuran pengapit lawang 60 cm
panjang lebar 40 cm.
4. Kori Paduraksa
Adalah gapura yang memiliki atap
penutup yang menghubungkan kedua sisi bangunan pembatas. Bangunan ini biasa
dijumpai pada gerbang masuk bangunan-bangunan lama di Jawa, meskipun pada masa
sekarang banyak rumah yang juga menggunakan gapura semacam ini. Paduraksa
biasanya dilengkapi dengan pintu.fungsi dari candi paduraksan tujuannya adalah
menutup indria yang ada pada diri manusia yang mana krama yang memiliki masalah
agar tidak dibawa bawakan kepura sehingga dalam melakukan upacara agar
tidak terjadi sesuatu yang tidak di
inginkan.
5. Balai Pesadekan
Tempat ini bertujuan mempersatukan
umat dan berkumpulnya krama yang mana ini sering di pakai oleh krama sebagai
tempat banten yang belum bi bawa ke pelinggih. Ukuran bala pesadekan panjang 5 meter dan lebar 3
meter.
2.2.3 Terdapat di Utama Mandala.
1.Pelinggih
Padmasana
Merupakan
bangunan suci untuk men-stana-kan Ida Sanghyang Widhi sebagai simbolis dan
gambaran dari makrokosmos atau alam semesta (buana agung) simbol yang menggambarkan kedudukan Hyang Widhi sebagai
bunga teratai, atau dapat juga dikatakan bahwa Padmasana sebagai tuntunan batin
atau pusat konsentrasi. Bunga teratai dipilih sebagai simbol yang tepat
menggambarkan kesucian dan keagungan Hyang Widhi karena memenuhi unsur-unsur
Helai daun bunganya berjumlah delapan sesuai dengan jumlah manifestasi Hyang
Widhi di arah delapan penjuru mata angin sebagai kedudukan Horizontal. Tujuan pembuatan padmasana untuk menyinari
umat dalam melakukan piodalan dan memberikan penerangan kepada umat. Menurut
Lontar “Dwijendra Tattwa”, pelinggih berbentuk Padmasana dikembangkan oleh
Danghyang Dwijendra, atau nama (bhiseka) lain beliau: Mpu Nirartha atau
Danghyang Nirartha. Dalam ajaran sekte yang ada dibali padamasamna termasuk
sekte sora dan sekte siva. Banten yang di gunakan:canang daksina baas pipis
canang meraka, banten surya . ucapan pemangkunya : ida bhatara sane patut surya
sane patut ngilingang driki katurin canang daksina baas pipis canang meraka
sumangde cokore dewa nyuryanin titiang. Ukuaran pelinggih surya panjang 90 cm
dan lebar 75 cm.
2. Kemulan
Rong Telu
Yaitu
tempat beristananya tri tiga saktiLinggih
Hyang Guru Kemulan / Tri Murti / Leluhur Sanghyang Trimurti, Sanghyang Widhi
dalam manifestasi sebagai Brahma – Wisnu – Siwa atau disingkat Bhatara Hyang
Guru. Rong Tiga dan Rong Kalih. Bagi arwah yang sudah masuk ke dalam Parama
Siwa Tattwa maka beliau yang sudah bersthana di Ruang Tiga tidak lagi akan
menitis atau menjadi bagian lagi dari keluarga asalnya. Sedangkan Beliau yang
baru ditingkat Sada Siwa Tattwa apalagi Maya Siwa Tattwa beliaulah yang
bersthana di palinggih Ruang Kalih. Beliau masih berkomunikasi dengan warga
yang ditinggal, beliau masih bisa “turun” (ngidih nasi) di keluarga-keluarga
asalnya. Rog telu Tidak ada efeknya antara ngeroras metak
atau ngeroras di bale atau upacara nista, madya dan utama sendiri. Yang
menentukan adalah karma wasananya. Apakah harus tinggal di Maya Siwa Tattwa
atau bisa terbebas ke Parama Siwa Tattwa. Kita bisa menentukan apakah leluhur
kita itu bisa “turun” (ngidih nasi) pada keluarga kita atau tidak. Kalau tidak,
artinya beliau sudah bersthana di Rong Tiga sudah menyatu dengan Purana Siwa.
Memang ada rontal Gong Wesi sebagai berikut: Yang distanakan di kemulan untuk dipuja
bukanlah Dewa tetapi Pitara yang telah mencapai alam Dewa, oleh karena itu
disebut Dewa Pitara. Fungsi Merajan Kemulan sebagai tempat Sang Hyang Atma
disebutkan dalam beberapa lontar sebagai berikut :
……. ngarania ira sang Atma, ring Kamulan tengen Bapanta nga Sang Paratma, ring Kamulan kiwa ibunta ngaran sang Siwatma, ring Kamulan madia raganta, atma dadi meme bapa ragane mantuk ring dalem dadi Sang Hyang Tunggal nunggalang raga …..
artinya:
……namanya beliau Sang Atma, pada Kemulan kanan sebagai Bapa adalah Paratma, pada Kemulan kiri sebagai ibu namanya Siwatma, pada Kemulan tengah wujudnya adalah sang atma, menjadi ibu bapa pada wujudnya Sanghyang Tunggal mempersatukan diri.
……. ngarania ira sang Atma, ring Kamulan tengen Bapanta nga Sang Paratma, ring Kamulan kiwa ibunta ngaran sang Siwatma, ring Kamulan madia raganta, atma dadi meme bapa ragane mantuk ring dalem dadi Sang Hyang Tunggal nunggalang raga …..
artinya:
……namanya beliau Sang Atma, pada Kemulan kanan sebagai Bapa adalah Paratma, pada Kemulan kiri sebagai ibu namanya Siwatma, pada Kemulan tengah wujudnya adalah sang atma, menjadi ibu bapa pada wujudnya Sanghyang Tunggal mempersatukan diri.
Penjelasan
yang hampir sama disebutkan pada Lontar Usana Dewa sebagai berikut:
Ring Kamulan ngaran Ida Sang Hyang Atma, ring Kamulan tengen bapa ngaran sang Paratma, ring Kamulan kiwa ibu ngaran Sang Siwatma, ring Kamulan Tengah ngaran raganya, tu Brahma dadi meme bapa maraga Sang Hyang Tuduh.
Artinya:
Pada kemulan nama Beliau adalah Sang Hyang atma, di Kemulan sebelah kanan adalah linggih Paratma adalah Bapak. Di Kamulan ruang sebelah kiri adalah linggih Siwatma adalah Ibu, di Kamulan tengah ada wujudnya Brahma menjadi Ibu Bapak yang berwujud Sang Hyang Tuduh.
Ring Kamulan ngaran Ida Sang Hyang Atma, ring Kamulan tengen bapa ngaran sang Paratma, ring Kamulan kiwa ibu ngaran Sang Siwatma, ring Kamulan Tengah ngaran raganya, tu Brahma dadi meme bapa maraga Sang Hyang Tuduh.
Artinya:
Pada kemulan nama Beliau adalah Sang Hyang atma, di Kemulan sebelah kanan adalah linggih Paratma adalah Bapak. Di Kamulan ruang sebelah kiri adalah linggih Siwatma adalah Ibu, di Kamulan tengah ada wujudnya Brahma menjadi Ibu Bapak yang berwujud Sang Hyang Tuduh.
Suatu
saat roh beliau menitis pada keluarga misan penulis. Tetapi umurnya hanya tiga
oton (satu setengah tahun). Setelah meninggal kemudian menitis lagi pada
keluarga kakak kandung penulis. Juga umurnya tiga oton. Akhirnya menitis lagi
pada keluarga penulis sendiri. Juga umurnya tiga oton (satu setengah tahun).
Setelah itu tidak pernah menitis lagi, pada waktu roh beliau menitis tiga kali
roh beliau masih di Rong Kalih. Setelah itu roh beliau sudah melinggih di Rong
Tiga. Sehingga tidak lagi menitis pada keluarga di dunia fana ini lagi. Jadi
sekarang roh beliau yang sudah suci sekali sudah bersatu dengan Parama Siwa.
Kalau Bangunan seperti ini merupakan tempat untuk menghormati atau memuja
leluhur-leluhur mereka yang telah disucikan. Selanjutnya, dalam perkembangan
kemudian, bangunan yang memakai ruangan tiga (rong telu) disesuaikan
dengan konsep Trimurti yang terdiri dari tiga dewa, yakni Brahma, Wisnu, dan
Iswara. Ketiga dewa ini merupakan perwujudan dari Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan
Yang Mahaesa), yang masing-masing berfungsi sebagai dewa pencipta, pemelihara
dan pemralina. Kesatuan ketiga dewa inilah disebut dengan Sang Hyang Trimurti
atau Tri Tunggal. Pengaruh konsep Trimurti inilah menyebabkan bangunan rong
telu berfungsi ganda. Pertama, untuk tempat memuja arwah leluhur yang telah
suci, dan yang kedua untuk memuja Sang Hyang Trimurti, yaitu Brahma, Wisnu dan
Iswara . Banten yang ada di pelinggih rong telu:banten canang daksina baas
pipis canang raka daksina, dan banten tri sakti. Ucapan mantra yang sering di
ucapkan oleh pemangku disana yaitu ida bhatara kemulan rong telu katurin cang
daksina baas pipis cang meraka sareng banten tri sakti. Ini inti yang sereing
di ucapkan pemangku dadia karna bahasa dan ucapan mantra cumin bahasa se. ukuran pelinggih rong telu panjangnya 90 cm
lebar 50 cm.
3.
Pelinggih Rabut Sedana (Dewa Ayu Manik Galih)
Mendirikan
pelinggih ini karna didasari bahwa dewa ayu manik galih yang memberikan
kehidupan amerta kepada umat sehingga untuk mengucapkan rasa terima kasih umat kepada beliau umat mendirikan pelinggih
rabut sedana, pelinggih rabut sedana ini berupa pelinggih rong dua, pembuatan
pelinggih rabut sedana ini yang berisi rong ada dua yang satu sebagai tempat
istana ida bhatara rabut sedana dan
sebelahnya sebagai tempat istananya ida bhatara manik galih.mendirikan
pelinggih rabut sedana sebagai pengayatan pura rabut sedana yang ada di
besakih. Adapun banten yang dihaturkan di pelinggih rabut sedana yaitu canang
daksina baas pipis canang meraka, dan banten rabut sedana. Mantranya hampir
sama dengan pelinggih yang lain. Ukuran pelinggihnya panjang 60cm dan lebar 45cm.
4.
Pelinggih Pengempelan
Yaitu
pelinggih yang tidak diketahui puranya yng mana pelinggih pengempelan sering di bilang pelinggih yang di peteng,
mendirikan pelinggih ini karna ida
bhatara yang ada di pengempelan yang sudah menyelamatkan keluarga sri kresna
kepakisan yang ada di pedawa yang
selamat dari peperangan di kerajaannya. Untuk mengenang jasa beliau di
buatkan pelinggih dan sekarang di sanggah dadia, pelinggih pengempelan di
sanggah keluarga dadia ini menurut kepercayaan krama ketika ada piodalan di
sanggah, ida bhatara penggempelan supaya ada tempat ( rumah) di sanggah. Banten yang di haturkan di
pelinggih pengempelan yaitu canang daksina baas pipis canang meraka daksina,
dan banten penyangra sari. Mantra semua sama dengan pelinggih yang lain cuman
pengucapanya banten beda sedikit, ukuran pelinggih pengempelan panjang 45cm
lebar 40 cm.
5.
Pelinggih Mayung
Dibuatkan
pelinggih mayung ketika ada odalan di pura dadia ida bhatara mayung yang
menghadiri supaya ada tempat karna ida bhatara mayung memberikan jasa kepada
leluhur sri kresna kepakisan yang menerimanya pertama kali desa pedawa
maka dari itu kesepakatan hasil paruman pengelinggsir harus di buatkan
pelinggih mayung di sanggah dadia. Banten di pelinggih mayung yaitu canang
daksina baas pipis canang meraka, banten taksu kuskus atingkeban ,tuak aren
yang tempatnya sempilan, dan menggunakan biu kayu. Mantranya ini semua sama.
Ukuran pelinggih panjang 45cm dan lebar 45cm.
6.
Pelinggih Majapahit
Keturunan
Arya berhak membuat pelinggih majapahit karna semua arya beraal dari keturunan
majapahit, krama membuat pelinggih majapahit untuk mengenang jasa beliau
yang manjajah bali. Krama tujuan pembuatan pelinggih majapahit agar ida
bhatara maja pahit melindungi sentananya. Banten yang ada di pelinggih majahit canang daksina baas pipis canang meraka, dan
banten pengayata. Mantranya sama dengan pelinggih yang lain. Ukuran peliggih
majapahit panjang 60cm dan lebar 45cm.
7.
Pelinggih Kawitan
Sama
halnya dengan Pelinggih Meru pada umumnya , selalu ada dua fungsi Pelinggih
Gedong yaitu sebagai Atma Pratista dan Dewa Pratista. Atma Pratista itu adalah
sebagai media pemujaan Dewa Pitara atau roh suci leluhur. Sedangkan sebagai
Dewa Pratista adalah sebagai media untuk memuja Istadewata Ida Sang Hyang Widhi
yang di sthanakan di Pura tersebut. Karena itu pura di pedawa umumnya selalu memiliki pelinggih Gedong untuk
Atma Pratista atau memuja roh suci yang telah mencapai alam Dewa atau Sidha
Dewata dan ada pelinggih untuk Dewa Pratista yaitu pelinggih untuk memuja
Istadewata Ida Sang Hyang dan supaya ida bhatara kawitan yang
menghadiri ketika ada upacara( odalan)
ada tempatnya,dan warga yng tidak bisa hadir setiap odalan di pura kawitan agar
mudah ngayat di sanggah dadia. Banten di pelinggih kawitan yaitu
canang daksina baas pipis canang meraka banten soda, dan banten rayunan. Matra yang di
ucapkan ini hampir sama dengan pelinggih yang lainnya. Ukuran pelinggih kawitan, panjangnya 65cm lebar 65 cm.
8.
Pelinggih Taman Ayu ( Meru Tumpang Tiga)
Pelinggih
taman ayun yang menggunakan meru tumpamg tiga, salah satu
jenis tempat pemujaan untuk Istadewata, bhatara-bhatari yang melambangkan
gunung Mahameru. Landasan filosofis dari meru adalah berlatar belakang pada
anggapan adanya gunung suci sebagai sthana para dewa dan roh suci
leluhur. Untuk kepentingan pemujaan akhirnya gunung suci itu dibuatkan
berbentuk replika (tiruan) berbentuk bangunan yang dinamai candi, prasada dan
meru.
Meru, didasarkan kepada kutipan yang tercantum pada
lontar-lontar warisan leluhur seperti Lontar Andha Bhunana, mengandung makna
simbolis atau filsafat sebagai berikut:
“Matang nyan
meru mateges, me, ngaran meme, ngaran ibu, ngaran pradana tattwa; muah ru,
ngaran guru, ngaran bapa, ngaran purusa tattwa, panunggalannya meru ngaran
batur kalawasan petak. Meru ngaran pratiwimbha andha bhuana tumpangnya pawakan
patalaning bhuana agung alit”.
Artinya :
"Oleh
karena itu meru berasal dari kata me, berarti meme = ibu = pradana tattwa,
sedangkan ru berarti guru = bapak = purusa tattwa, sehingga meru berarti batur
kelawasan petak (cikal bakal leluhur). Meru berarti lambang atau simbol
alam semesta, tingkatan atapnya merupakan simbol tingkatan lapisan alam yaitu
bhuana agung dan bhuana alit".
Jadi,
berdasarkan keterangan dalam Lontar Andha Bhuana tersebut, meru memiliki dua
makna simbolis yaitu meru sebagai simbolisasi dari cikal bakal leluhur
dan simbolisasi atau perlambang dari alam semesta. pembuatan pelinggih taman ayun
karna keturunan dari menguwi harus
membuat pelinggih taman ayun, karna menurut sejarah yang mana raja dari menguwi
telah membunuh pasek badak, dan ada pesan sebelum pasek badak di bunuh agar
keturunan dari menguwi menyungsung dia di buatkan pelinggih.kanapa haris
membuat pelinggih meru tumpang tiga, ini karna kena bisama pedawa yang mana
semua dadia yang tinggal di pedawa harus membuat meru tumpang tiga dan tidak
boleh lebih dari tiga. jika lebih dari tiga takut ngungkulin pelinggih yang ada
di pedawa yang di percaya di sana sebagai dangkahyangan. pembuatan pelinggih taman ayun yang berupa meru tumpang
tiga Bangunan
itu adalah simbol ‘Ongkara’ karena simbol Ongkara sebagai Sanghyang Widhi
mempunyai kemahakuasaan:
1). Sebagai angka 3 (dalam aksara
Bali), di mana 3 adalah: uttpti (kelahiran), stiti (kehidupan),
dan pralina (kematian/ akhir)
2). Ditambahkan: ardha candra
(simbol bulan = satyam), windhu (simbol matahari = rajas),
dan nada (simbol bintang = tamas)
3). Digunakan untuk memuja Sanghyang
Widhi.
Adapun
bantennya canang daksina baas pipis
canang meraka, dan ajuman. Ukuran pelinggih panjang 55cm dan lebar 55cm.
9.
Pelinggih Uma Abian (Meru Tumpang Dua)
Angka
2 digunakan karena di samping merupakan bilangan prima yang sakral, juga
sebagai simbol ardanareswari atau rwa bhineda (Lontar Bhuwana-Kosa). Aksara
suci-Nya: Ang, Ah
Berdasarkan
Lontar Sanghyang Aji Swamandala, meru ini ditujukan untuk stana Sanghyang Widhi
dalam ‘prabhawa-Nya’ sebagai Arda Nareswari (rwa bhineda), pencipta segala
sesuatu yang berlawanan di dunia: laki-perempuan, malam-siang, dharma-adharma, pembuatan pelinggih uma abian sebagai
pengayatan ida batara yang da di uma abian yang memberikan jalan untuk mencari
kawitan. Maka dari itu di buatkan pelinggih sebagai rasa terima kasih. Adapun
banten nya canang daksina baas pipis canang meraka, banten ajengan yang di isi
ayam panggang. Ukuran pelinggih panjang 50cm lebar 50 cm.
10.
Pelinggih Taksu
Kata ”Taksu” berasal dari kata ”aksi” artinya melihat.
Melihat itu dengan cara pandang yang multidimensi itulah menyebabkan orang
disebut Metaksu. Melihat sesuatu tidak hanya dengan mata fisik saja. Pandangan
mata fisik itu dianalisa oleh pandangan pikiran yang cerdas dan dipandang dengan
renungan rohani yang mendalam. Cara pandang yang demikian itulah yang akan
dapat melihat sesuatu dengan multidimensi. Penglihatan yang multidimensi itulah
menyebabkan orang “Metaksu”.
Bangunan ini berbentuk Tugu sebagai sthana Sang Kala
Raja, yaitu lambang sumber energi atau kekuatan “Taksu” Pelinggih Taksu ini
sebagai pelinggih untuk memohon kehadapan Ida Bhatara Kawitan agar dianugerahi
kekuatan spiritual untuk memelihara semangat hidup atau “Metaksu”. Banten di pelinggih taksu yipat bekel mekakak siap, tuak yang menggunakan sempilan.
Ukuaran pelinggih panjang 45cm dan lebar 45cm.
11.
Piasan Agung
Bale Piasan
ini adalah tempat “ngias” Ida Bhatara Sinamian pada waktu ada kegiatan Upacara
atau Karya Pelinggih Pesamuhan, ada juga yang menyebut Pengaruman adalah tempat
Ida Bhatara-Bhatari “Samuha atau Parum” yang disimbulkan dengan wujud “Ardha
Nareswari” Purusa-Pradhana atau yang dikenal dengan Rambut Sedana dan juga
berfungsi sebagai tempat menghaturkan bhakti persembahan (ayaban Ida Bhatara)
dan merupakan tempat rapatnya ida
bhatara sebelum memuali
odalan.bantennya cang daksina baas pipis
canang meraka,pengualapan sari, suci sari. Ukuran pelinggih panjang 120cm dan lebar 80 cm .
2.3 Lampiran-Lampiran
2.3.1 Pelinggih Pecalang
2.3.2 Gedong Simpen
2.3.3 Balai Pesandekan
2.3.4 Paibon
2.3.5 Pelinggih Piasan
2.3.6 Pengapit Lawang dan Kori
Paduraksa
2.3.7
Pelinggih Padmasana, Kemulan Rong Telu, dan Pelinggih Rambut Sedana
2.3.8
Pelinggih Pengempelan dan Pelinggih Mayung
2.3.9
Pelinggih Majapahit dan Pelinggih Kawitan
2.3.10
Pelinggih Taman Ayun, Pelinggih Uma Abian dan Pelinggih Taksu
2.3.11
Piasan Agung
2.3.12
Foto Wawancara dengan Mangku Dadia
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Ketika terjadi peperangan di keraajan mengwi yang
tidak bisa di redakan, salah satu dari patih dari krajaan yang bernama
gusti ngurah pergi meninggalkan kerjaan
dan melarikan anak dari raja menguwi, ketika ini di ketahui oleh sang
raja, raja memerintahkan patih dan para
prajurit, untuk mencari igusti ngurah, raja menyuruh patih jika sudah menemukan
Igusti ngurah agar membunuhnya.ini disebabkan karna sudah melarikan anak dari
raja menguwi. Igusti ngurah mengetahuinya perkataan sang raja, igusti ngurah merasa
bersalah dan takut dibunuh. Lalu ia melakukan perjalana tanpa tahu ia dimana arah dan tujuan bersama
istrinya. .Gusti ngurah terus dia berjalan melewati dasa petang yang sekarang
ini ,dan sampainya dia di puncak manggu
dia beristirahat bersama istrinya
Sanggah Pamerajan
berasal dari kata : Sanggah, artinya Sanggar, = tempat suci; Pamerajan berasal
dari Praja = keluarga. Jadi Sanggah Pamerajan artinya = tempat suci bagi suatu
keluarga tertentu. Untuk singkatnya orang menyebut secara pendek : Sanggah,
atau Merajan. Tidak berarti bahwa Sanggah untuk orang Jaba, sedangkan Merajan
untuk Triwangsa. Yang satu ini kekeliruan di masyarakat sejak lama,Pura Panti
dan Pura Dadia pada dasarnya berada pada kelompok dan pengertian yang sama.
Artinya apa yang dimaksud dengan Pura Panti dapat pula disebut dengan Pura
Dadia. Sama halnnya dengan sebutan sanggah dapat pula disebut dengan istilah
merajan. Yang membedakannya hanyalah terletak pada jumlah penyiwi atau
pemujanya.Di dalam lontar sundarigama bahwa: Bhagawan Manohari, beliau
beraliran Siwa mendapatkan tugas dari Sri Gondarapati, memelihara dengan baik
Sad Kahyangan kecil, sedang dan besar, sebagai kewajiban semua orang. Setiap 40
pekarangan rumah(keluarga) disabdakan mendirikan panti, adapun setengah dari
jumlah tersebut(20 keluarga) agar mendirikan Palinggih Ibu, kecilnya 10
pekarangan keluarga mendirikan palinggih Pratiwi(Pertiwi) dan setiap keluarga
mendirikan Palinggih Kamulan(sanggah/merajan).Diluar isi yang tersurat diatas
tetapi masih termasuk dalam kelompok Pura Kawitan adalah Pedharman yang
dipandang sebagai tempat pemujaan tertinggi untuk memuja leluhur. karena
keturunan yang sekarang adalah keturunan yang kesekian puluh kalinya dari
leluhur yang bersangkutan.
DAFTAR
PUSTAKA
Terjemahan Lontar
“Andha Bhuana” Arsip Gedong Kertiya Singaraja.
Terjemahan Lontar
“Usana Dewa” Arsi Gedong Kertiya Singaraja.
Terjemahan Lontar “Gong
Besi” Arsip Gedong Kertiya Singaraja.
Terjemahan Lontar
“Widhi Papinlata” Arsip Gedong Kertiya Singaraja.
Terjemahan Lontar “Dewa
Tattwa” Arsip Gedong Kertiya Singaraja.
Terjemahan Lontar “Kala
Tattwa” Arsip Gedong Kertiya Singaraja.
Terjemahan Lontar
“Nagarakrethagama” Arsip Gedong Kertiya Singaraja.
Terjemahan Lontar
“Purwa Bhumi Kemulan” Arsip Gedong Kertiya Singaraja.
Gunawan, I Ketut Pasek.
2012. Siva Siddhanta II. Singaraja: IHDN Denpasar.
Sangat bermanfaat sebagai acuan keluarga baru, yang mendirikan rumah diluar/terpisah dari pekarangan tua artinya terpisah dari orang tua dan saudaranya.
BalasHapusSangat bermanfaat untuk keluarga baru yang membuat rumah baru terpisah/jauh dari rumah induk, karena kebanyakan yang saya tahu di Bali hanya membuat 1 pelinggih yaitu padmasari.
BalasHapusBest Casinos Near St. Louis by Marriott Hotels & Resorts
BalasHapusThe best casinos in St. Louis 춘천 출장마사지 by Marriott hotels & resorts, with 오산 출장샵 recommendations for 경상북도 출장샵 hotels, motels, restaurants, and 용인 출장안마 shopping. 남양주 출장샵