TUGAS
VEDA III

Oleh:
Nama: Putu Yuli Supriyandana
NIM:
10.1.1.1.1.3852
Kelas: PAH A / V
FAKULTAS
DHARMA ACARYA
INSTITUT
HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2012
Konsep Ketuhanan
dalam Sloka Sarasamucaya
Sarasamuccaya 171).
” na danadduskaratam trisu lokesu vidyate, arse hi mahati trsna sa ca krcchrena
labhyate ”
artinya : Sebab di dunia tiga ini tidak ada yang
lebih sulit dilakukan daripada berdanapunya (bersedekah ), umumnya sangat besar
terlekatnya hati kepada harta benda, karena dari usaha bersakit – sakitlah
harta benda itu diperoleh.
” dhanani jivitam caica pararthe prajna ut
srajet, sannimittam varam tyago vinace niyate sati ”
artinya : Maka tindakan orang yang tinggi
pengetahuanya, tidak sayang merelakan kekayaan, nyawanya sekalipun, jika untuk
kesejahteraan umum; tahulah beliau akan maut pasti datang dan tidak adanya
sesuatu yang kekal; oleh karena itu adalah lebih baik berkorban ( rela mati )
demi untuk kesejahteraan umum.
” yasya pradanavandhyani dhananyayanti
yanti ca, sa lohakarabhastreva cvannapi na jivati ”
artinya : “Kekayaan seseorang datang dan pergi
(mengalami pasang surut), bila tidak dipergunakan untuk berdana punia, maka
mati namanya, hanya karena bernafas bedanya, seperti halnya puputan pandai
besi”. (Sarasamuccaya 179).
SARASAMUSCAYA Sloka 261 itu menyatakan bahwa carilah uang ituberdasarkan Dharma. Selanjutnya gunakanlah perolehan itu untuk
mewujudkan tiga tujuan hidup.
sarasamuscaya 21.. kunang ikang wwang gumawayikang subhakarma, janmanyan sangke rig swarga delaha, litu hayu maguna, sujanma, sugih, amwiirya, phalaning subhakarmawasana tinemuya…
Artinya maka orang yang melakukan perbuatan baik kelahirannya dari sorga kelak akan menjadi orang yang rupawan,gunawan,muliawan, hartawan, dan berkekuasaan; buah hasil perbuatan yang baik didapat olehnya..
Indram mitram varunam agnim ahur Atho divyah sa
suparno garutman Ekam sadvipra bahudavadhanty Agnim yamam matarisvanam ahuh
(Reg weda I.164.46)
artiny “Mereka yang menyebut-Nya dengan Indra,
mitra, varuna, dan agni, Ia yang bersayap keemasan Garuda, Ia adalah Esa, para
maharsi (viprah) memberinya banyak nama, mereka menyebut Indra, Yama,
Matarisvan.
Bhagawadgita XI.40.
Namah puras tas artha prstha taste Mamostu te
sarvata eva sarva Ananta vi rya mitavikramastvam Sarvam samapnosi sarvah.
Artinya : Hormat pada-Mu pada semua sisi, O
Tuhan. Engkau adalah semua yang ada, tak terbatas dalam kekuatan, tak terbatas
dalam keperkasaan. Karena itu engkau adalah semua itu.
Svestasvara Upanishad II.17. Yo devo’gnayu yo’psu, yo visvam bhuvanama
visesa, Yo asadishu yp vanaspatisu, tasmai devaya namo namah.
Artinya : Sujud pada Tuhan yang berada dalam api,
yang ada dalam air yang meresapi seluruh alam semesta yang ada dalam
tumbuh-tumbuhan yang ada dalam pohon-pohon kayu.
kitab Maha Nirvana Tantra dan Brahma Sutra
I.1.2. Sehubungan dengan itu kitab suci Bhagawad Gita adhyaya XI sloka 55 dan
XVIII.65 menyatakan : “Yang bekerja
bagi-Ku, menjadikan Aku sebagai tujuan tertinggi,
berbakti kepada-Ku tanpa kepentingan pribadi,tiada bermusuhan terhadap segala insani,
dialah yang datang kepada-Ku, oh Pandawa “
berbakti kepada-Ku tanpa kepentingan pribadi,tiada bermusuhan terhadap segala insani,
dialah yang datang kepada-Ku, oh Pandawa “
” Pusatkan pikiranmu pada-Ku, berbakti pada-Ku, bersujud
pada-Ku, sembahlah Aku engkau akan tiba pada-Ku, Aku berjanji setulusnya padamu sebab engkau Ku-kasihi “
kitab suci Yajur Veda IX.22 dan 23, Atharva Veda
XII.1.2 serta Veda Smrti VII.13, 14 dan 18 yang terjemahannya berbunyi sebagai
berikut :
” Kami menghormati Ibu Pertiwi. ( Yaj.V. IX.22 )
” Kami menghormati Ibu Pertiwi. ( Yaj.V. IX.22 )
Semoga kami waspada menjaga dan melindungi bangsa
dan negara kami. ( Yaj.V. IX.23 )
Semoga kami dapat berkorban untuk kemuliaan
bangsa dan negara kami ” ( Ath.V. XII.1.2 )
” Karena itu hendaknya jangan seorangpun
melanggar undang – undang yang dikeluarkan oleh pimpinan negara, baik karena
menguntungkan seseorang maupun yang merugikan pihak yang tidak menghendakinya “
( V.Smrti. VII.13 )” Demi untuk itu, Tuhan telah menciptakan Dharma, pelindung semua makhluk, penjelmaannya dalam wujud undang – undang merupakan bentuk kejayaan Brahman Yang Esa” ( V.Smrti VII.14 ). ” Sangsi hukum itu memerintah semua makhluk, hukum itu yang melindungi mereka, hukum yang berjaga selagi orang tidur, orang – orang bijaksana menyamakannya dengan Dharma ” ( V.SmrtDemikianlah manusia harus menyadari bahwa dirinya merupakan suatu kesatuan dengan alam semesta ini didalam Tuhan. Kitab suci Isa Upanisad sloka 6 menyatakan :
” Yas tu sarvani bhutani atmanyevanupa?yati sarva bhutesu catmanam tato na vijugupsate.”
Artinya: ” Dia yang melihat semua mahluk pada dirinya (Atman) dan dirinya (Atman) sendiri pada semua mahluk, Dia tidak lagi melihat adanya sesuatu perbedaaan dengan yang lain.”
Sloka Sarasamucaya
tentang ajaran Etika
Susila atau etika merupakan
upaya (karma) manusia mempergunakan keterampilan fisiknya (angga/raga)dan
cerdas rohani (suksma sarira) manusia terdiri atas pikiran (manas),
kecerdasan (buddhi) .dan kesadaran murni (atman) yang dapat berfungsi sebagai
saranauntuk memecahkan berbagai masalah tentang bagaimana manusia hidup
dan berbbuat baik (saputra). Kitap sarasamuscaya menyebutkan sebagai berikut :
manusah sarvabhutesu varttate vaiu saubhasuhe,asubhasue
samasvitam subhesveva vakyaret. Ri sakiwang srwa bhuta,ikingjanma wwang juga
wenang gumayana kening subha –subhakarma iking janma, kuneng akena
ring subhakarna juga ikang asubha karma phalaning dadi wwang (sarasamuscaya, 2)
Artinya : Dari sedemikian
banyaknya semua mahkluk yang hidup , yang di lahirkan sebagai manusia itu saja
yang dapat berbuat perbuatan yang baik –buruk itu adapun untuk peleburan
perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik juga manfaatnya menjadi manusia .
Demikianlah manfaat hidup menjadi manusia sebagai
di sebutkan dalam kitab suci Weda. manusia hendaknya selalu mengupayakan
prilaku yang baik dengan sesamanya memperlakukan orang dengan baik
sesungguhnaya adalah sama dengan memperlakukan diri sendiri dengan baik juga
(tatwam asi) prilaku seperti itu patut di upayakan harus di lestarikan
dalam setiap tindakan kita sebagai manusia setiap induvidu hendaknya berfikir
dan bersifat professional menurut guna dan karma. di antara makhluk hidup, manusia merupakan
makhluk paling istimewa, makhluk yang paling sempurna karena memiliki Tri
Pramana (bayu, sabda, idep). Dengan idep manusia mampu membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk serta mampu melebur perbuatan buruk ke dalam perbuatan
baik. Menyadari hal tersebut maka janganlah sia-siakan kesempatan lahir sebagai
manusia untuk berbuat baik (susila), agar tujuan kita lahir ke dunia bisa
tercapai. Dalam kitab Sarasamuscaya, sloka 160 disebutkan sebagai berikut :
“Silam pradhanam puruse tadyaseha pranasyati,
na tasya jivitenartho duh silam kinprayojanam, Sila ktikang pradhana ring dadi
wwang, hana prawrtti ning dadi wwang dussila, aparan ta prayojananika ring
hurip, ring wibha, ring kaprajinan, apan wyartha ika kabeh, yan tan hana
silayukti”.
Artinya :
Susila itu adalah yang paling utama, pada titisan
sebagai manusia. Jika ada perilaku titisan sebagai manusia itu tidak susila,
apakah maksud orang itu dengan hidupnya, dengan kekuasaan, dengan
kebijaksanaan, sebab sia-sia itu semuanya jika tidak ada kesusilaan. Ajaran
susila hendaknya terapkan di dalam kehidupan kita di dunia ini, karena di dunia
inilah tempat kita berkarma.
Beberapa sloka dalam kitab suci yang
memabahas tentang pengaruh Tri Guna terhadap kepribadian manusia adalah sebagai
berikut :
“Yan satwawika ikang citta, ya hetuning atma
pamunggihaken kamoksan, apan ya nirmala, dumeh ya gumawayaken rasaning agama
lawan wekas ning guru (Wrghaspati tattwa, 20)
Artinya : Apabila sattwa citta itu, Itulah Atma
menemukan kamoksaan, atau kelepasan oleh karena itu ia suci, menyebabkan ia
melaksanakan ajaran agama dan petuah guru.
Yapwan pada gong nikang sattwa lawan rajah,
yeka matangnyan mahyun mugawaya dhama denya, kedadi pwakang dharma denyu kalih,
ya ta matangnyun mudih ring swarga, apan ikang sattwa mahyun ing gawe hayu,
ikang rajah manglakwaken” (Wgraspati tatwa, 20)
Artinya : Apabila sama besarnya
anatara sattwam dan rajah, itulah menyebabkan ingin mengamalkan dharma olehnya,
berhasilah dharma itu olehnya berdua, itulah menyebabkan pulang ke sorga,
sebab sattwam ingin berbauat baik, si rajah itu yang melaksanakan.
Yan pada gingnta katelum ikang sattwa, rajah,
tamah, ya ta matangnyan pangjadma manusia, apaan pada wineh kahyunya”
(Wraspati tatwa, 22)
Artinya : Apabila sama besarnya
ketiga Guna, Sattwan, Rajah, dan Tamah itu, itulah yang menyebabkan penjelmaan
manusia karena sama memberikan kehendaknya / keinginannya.
“Yapwan citta si rajah magong, kridha kewala,
sakti pwa ting gawe hela, tat a getening Atma tibeng naraka”(Wrhspati
tattwa, 23)
Artinya :Apabila citta si rajah
besar, hanya marah kuat pada perbuatan jahat, itulah yang menyebabkan jatuh ke
neraca.
Kitab Sarasamuscaya menyebutkan sebagai berikut :
“Yatnah kamarthamoksanam krtopi hi wipadyate,
dharmamaya punararambhah sankalpopi na nisphalah. Ikang kayatnan ri
kagawayaning kama, artha, mwang moksa, dadi ika tanpa phala, kunang ikang
kayatnan ring dharmasadhana, niyata maphala ika, yadya pin angenangen juga, maphala
atika” (sarasamuscaya, 15).
Artinya : Supaya diperhatikan
dengan diingat-ingat dalam mengusahakan Kama, Artha dan Moksa, sebab tidak ada
pahalanya. Adapun yang harus diusahakan dengan jalan dharma, tujuan itu pasti
tercapai, walaupun hanya dalam angan-angan saja akhirnya akan berhasil.
Kama disebut juga hawa nafsu.
Hawa nafsu yang dapat menjerumuskan manusia ke arah yang buruk jika dilakukan
secara berlebihan. Sekehendaknyalah bila umat bisa mengekang hawa nafsu mereka
menuju kebaikan dari dharma itu sendiri. Seperti disebutkan dalam :
Sarasamuscaya 46 Mritye janmanor’thaya jayante maranaya ca, na dharmatam na
karmatham trnaniva prthagjanah. Apan
purih nikang prthagjana, tan dharma, tan kama, kasiddha denya, nghing matya
donyan ahurip, doning patiya, nghing hanma muwah, ika tang prthagjana mangkana
kramanya, tan hana patinya ide nika, taha pih, tan hana pahinya lawan dukut,
ring kapwa pati doning janmanya, janma doning patinya.
Artinya . Sebab peri keadaan orang
kebanyakan (orang yang belum mencapai tingkat filsafat) ia tidak mengerti akan
hakikat dharma, dan juga tidak tahu bagaimana cara mengendalikan nafsu; yang
dapat dicapainya hanyalah untuk mati tujuan mereka hidup, maksud matinya adalah
hanya untuk lahir lagi; orang kebanyakan demikian keadaannyaitu, bukan mati
yang dipikirkannya, cobalah pikirkan, kehidupan serupa itu tiada bedanya dengan
rumput yang mati untuk tumbuh kembali, dan tumbuhnya hanya untuk menunggu
matinya.
Sarasamuscaya 80 Mano hi mulam
sarvesamindrayanam pravartate, subhasubhasvavashtasu karyam tat suvyavasthitam.Apan
ikang manah ngaranya, ya ika witning indriya, maprawrtti ta ya ring
subhasubhakarma, matangnyan ikang manah juga prihen kahrtanya sakareng.
Artinya.Sebab
yang disebut pikiran itu, adalah
sumbernya nafsu, ialah yang menggerakkan perbuatan yang baik atau pun buruk;
oleh karena itu, pikirkanlah yang segera patut diusahakan pengekangannya/
pengendaliannya.
Sarasamuscaya 93
Natah srimattara kincidanyat pathyatara tatha prabhavisnorytha tata
ksama sarvatra sarpvada. Sangksepanya, ksama ikang paramarthaning
pinakadrbya, pinaka mas manic nika sang wenang lumage saktining indriya,
noralumewihana halepnya; anghing ya wekasning pathya, pathya ngaraning
pathadnapetah, tan panasar sangke marga yukti, manggeh sadhana asing parana,
tan apilih ring kala.
Artinya. kesabaran hati itulah yang merupakan kekayaan
yang utama; itu adalah sebagai emas dan permata orang yang mampu memerangi
kekuatan hawa nafsunya, yang tidak ada melebihi kemuliannya. Akan tetapi ia
juga pada puncaknya pathya; pathya disebut patadanapeta, yang tidak sasar,
sesat dari jalan yang benar, melainkan tetap selalu merupakan pedoman untuk
mencapai setiao apa yang akan ditempuh sepanjang waktu.
Lobha artinya kerakusan. Artinya suatu sifat yang
selalu menginginkan lebih melebihi kapasitas yang dimilikinya. Untuk
mendapatkan kenikmatan dunia dengan merasa selalu kekurangan, walaupun ia sudah
mendapatnya secara cukup. Seperti misal lobha dalam mendapatkan harta seperti
disebutkan dalam : Sarasamuscaya 267. Jatasya hi kule mukhye paravittesu
grhdyatah lobhasca prajnamahanti prajna hanta hasa sriyam.
Yadyapin kulaja ikang wwang, yan engine ring
pradryabaharana, hilang kaprajnan ika dening kalobhanya, hilangning
kaprajnanya, ya ta humilangken srinya, halep nya salwirning wibhawanya
Artinya . Biar
pun orang berketurunan mulia, jika berkeinginan merampas kepunyaan orang lain;
maka hilanglah kearifannya karena kelobhaanya; apabila telah hilang kearifannya
itu itulah yang menghilangkan kemuliaannya dan seluruh kemegahannya.
Kemiskinan dan hasil buruk di kehidupan yang akan
datang akan jadi balasannya. Seperti tercantum dalam: Sarasamuscaya 360
Musnam daridratyabhihanyate ghnan
pujyunamasampujya bhavatyapujyah, yat karmavijam vapate manusyah tasyanurupani
phalani bhumkte.
Ikang akelit ring paradrwya nguni ring
purwajanma, daridra janma nika ring dlaha, ikang amati nguni pinatyan ika
dlaha, sangksepanya, salwining karma wija inipuk nguni, ya ika kabhukti
phalanya dlaha.
Artinya. Yang
menyerobot kepunyaan orang lain waktu hidupnya dulu, dilahirkan menjadi orang
miskin di kemudian hari ; yang membunuh pada waktu hidupnya dulu akan dibunuh
dalam hidupnya kemudian; singkatnya, semua benih perbuatan yang ditabur dan
dibiakkan dulu, buahnya itulah yang dinikmati kemudian.
Kebodohan yang juga akan membawa manusia ke
jurang kesengsaraan tanpa batas dan tiada bisa mengartikan dan membedakan
antara baik dan buruk itu sendiri. Slokanya adalah
Sarasamuscaya 400 Ajnaphrabhavarin hidam
yadduhkhamupalabhyate lobhadeva tadajnanamajnanallobha eva ca Apan ikang
sukhadukha kabhukti, punggung sankanika, ikang punggung, kalobhan sangkanika,
ikang kalobhan, punggung sangkanika, matangyan punggung sangkaning sangsara
Artinya. Sebab
suka duka yang dialami, pangkalnya adalah kebodohan; kebodohan yang ditimbulkan
oleh loba, sedang loka (keinginan hati) itu kebodohan asalnya; oleh karena itu
kebodohanlah asal mula kesengsaraan itu.
Krodha berarti sifat kemarahan. Jika berlebihan
akan membawa manusia ke jurang kehancuran. Pengendalian sifat-sifat marah tentu
saja akan lebih menyejukkan hati manusia dalam menjalani berbagai jalan
kehidupan. Musuh akan bisa dikurangi dengan tidak melanjutkan amarah secara
membabi buta, seperti terlihat pada sloka berikut :
Sarasamuscaya
96 Na catravah ksayam yanti yavajjivamapi ghnatah, krodham niyantum yo veda
tasya dvesta na vidyate Katuhwan, apan yadyapi wenanga ikang wwang ri
musuhnya, ta kawadhan patyana satrunya, asing kakrodhanya, sadawani huripnya
tah yang tutakena gelengnya tuwi, yaya juga tan hentya ni musuh nika, kuneng
prasiddha ning tan pamusuh, sang wenang humrt krodhnira juga.
Artinya. Sebenarnya,
meskipun orang itu selalu jaya terhadap seterunya, serta tak terbilang jumlah
musuh yang dibunuhnya, asal yang dibencinya musnah, maka selama hidupnya pun,
jika ia hanya menuruti kemarahan hatinya belaka, tentu saja tidak akan
habis-habisnya musuhnya itu. Akan tetapi yang benar-benar tidak mempunyai
musuh, adalah orang yang berhasil mengekang kemarahan hatinya.
kedamaian akan hadir pada mereka yang mampu
mengekang nafsu amarahnya. Seperti pula hal tersebut tercantum dalam sloka
berikut :
Sarasamuscaya 98 Atmopamastu bhutesu yo
bhavediha purusah. Tyaktadando jitakrodhah sa pretya sukhamdhate. Apayapan
ikang wwang upasama, tan pahi lawanawaknya ta pwa ikang sarwabhawa lingya, arah
harimbawa, tatan pangdanda, tan katanam krodha, ya ika wyaktining sarwasukha,
apan mangken temung sukha, ring paraloka sukha tah tinemunya.
Artinya. Karena
orang yang berhati sabar, berpendapat sekalian mahluk hidup itu tiada beda
dengan dirinya sendiri; “ah, janganlah mementingkan diri sendiri, jangan
memukul jangan marah ‘ orang yang dapat melaksanakan itu, itulah merupakan
sumber atau asal mula kesenangan dan kepuasan hati, sebab sekarang ia
mendapatkan kebahagiaan pun di dunia lain diperolehnya pula.
Sarasamuscaya 101 Akrodhanah krodhanebhyo
visistastatha titiksuratitiksorvistatah, amanusebhyo manusasca pradhana
vidvamstathaivavidusah pradhanah . Sangksepanya, lwih ikang wwang
mangawasakena krodha; sangke kinawasakening krodha, monpakalwih juga anugrahana
wiryadi tuwi, mangkana ikang kelan, lwih ika sangkeng tan kelan, yadyapin
mangkana kalwihnya, mangkana manusajanma, lwih jugeka sangkeng tan manusa, mon
lwih ring bhogopabhogadi, mangkana sang pandita, lwih sira sangkeng tapandita, yadyapin
samrddhya ring dhanadhanyadi
Artinya. sangat lebih utama orang yang berhasil
menguasai kemarahan daripada orang yang dikuasai kemarahan, meskipun orang
kedua itu lebih kaya, lebih berkuasa dan lain-lain orang yang tahan sabar
adalah ia jauh lebih baik dari pada yang tidak tahan sabar, walaupun bagaimana
besar kekuasaannya, demikian pula penjelmaan menjadi manusia adalah juga lebih
utama dari pada penjelmaan sebagai mahluk lain dari manusia, kendati
berkelebihan pada bidang pelbagai kenikmatan dan lain-lainnya; demikian pula
sang pandita, lebih utama dari orang yang bukan pandita, biarpun
berlimpah-limpah harta kekayaannya, dan lain-lai
Moha berarti pula bingung. Bingung yang tiada
mampu membedakan mana arti benar dan salah. Seperti orang bodoh yang tidak tahu
mana jalan yang mengandung kebenaran. Tujuan utama agama akan menghantar pada
yang baik yaitu surga. Orang bingung akan mengira kebenaran itu sebagai
kebenaran yang lain. Seperti pada sloka berikut:
Sarasamuscaya 35 Ekam yadi bhavecchastram
sreyo nissamcayam bhavet’ bahutvadiha sastranam guham creyah pravesitam.
Yan tunggala keta Sang Hyang Agama, tan sangcaya
ngwang irikang sinanggah hayu, swargapawargaphala, akweh mara sira, kapwa dudu
paksanira sowing-sowang-hetuning wulangun, tan anggah ring anggehakena, hana
ring guhagahwara, sira sang hyang hayu.
Artinya . Sesungguhnya hanya satu tujuan
agama, mestinya tidak sangsi orang yang disebut kebenaran, yang dapat membawa
ke surga atau moksa, semua menuju kepadanya, akan tetapi masing-masing berbeda caranya,
disebabkan oleh kebingungan, sehingga yang tidak benar dibenarkan; ada yang
menyangka,bahwa di dalam gua yang besarolah tempatnya kebenaran itu.
sarasamuscaya
88 Abhidhyaluh parasvesu neha namutra nandati, tasmadabhidhya santyajya
sarvadabipsata sukham. Hana ta mangke kramanya, engin ring drbyaning len,
madengki ing suhkanya, ikang wwang mangkana, yatika pisaningun, temwang sukha
mangke, ring paraloka tuwi, matangnyan aryakena ika, sang mahyun langgeng
anemwang sukha.
Artinya
.Adalah orang yang tabiatnya menginginkan atau menghendaki milik orang lain,
menaruh dengki iri hati akan kebahagiannya; orang yang demikian tabiatnya,
sekali-kali tidak akan mendapat kebahagiaan di dunia ini, ataupun di dunia yang
lain; oleh karena itu patut ditinggalkan tabiat itu oleh orang yang ingin
mengalami kebahagiaan abadi.
Sarasamuscaya
89 Sada samahitam citta naro bhutesu dharayet, nabhidhyayenne
sphrayennabaddham cintayedasat Nyanyeki kadeyakenaning wwang ikag buddhi
masih ring sawaprani, yatika pagehankena, haywa ta humayamakam ikang wastu tan
hana, wastu tan yukti kuneng, haywa ika inangenangen.
Artinya . Nah inilah yang hendaknya orang
perbuat, perasaan hati cinta kasih kepada segala mahluk hendaklah tetap
dikuatkan, janganlah menaruh dengki iri hati, janganlah menginginkan dan jangan
merindukan sesuatu yang tidak ada, ataupun sesuatu yang tidak halal; janganlah
hal itu dipikir-pikirkan. :
Sarasamuscaya 91 Yasyerya paravittesu rupe
virye kulavaye, sukhasaubhagyasatkare tasya vyadhiranatagah Ikang wwang irsya ri padanya janma tumon
masnya, rupanya, wiryanya, kasujanmanya, sukhanya kasubhaganya, kalemanya, ya
ta amuhara irsya iriya, ikang wwang mangkana kramanya, yatika prasiddhaning
sanngsara ngaranya, karaket laranya tan patamban.
Artinya.
Orang yang irihati kepada sesanya manusia, jika melihat emasnya, wajahnya,
kelahirannya yang utama, kesenangannya, keberuntungannya dan keadaannya yang
terpuji; jika hal itu menyebabkan timbulnya iri hati pada dirinya; maka orang
demikian keadaannya itulah sungguh-sungguh sengsara namanya, terlekati kedukaan
hatinya yang tak terobati.
Sloka
sarasamucaya dalam ajaran upacara
Atharwa Weda XXI.1.1 menyebutkan
:
Satyambrihadh rtam ugram diksa tapo
Brahma yajna prithivim dharayanti
Artinya :
Kebenaran, hukum abadi yang agung dan
penyucian diri pengendalian
diri, doa dan ritus (Yajna) inilah yang
menegakkan bumi
Saha yajnahprajah srstva purovacaprajapatih
‘anenaprasavisadhauam esa vo stu ista-kama dhuk
Artinya: Sesungguhnya sejak dulu
dikatakan, Tuhan setelah menciptakan manusia melalui (Bhagawadgita
III.10) yajna,
berkata : dengan (cara) ini engkau akan berkembang, sebagaimana sapi perah yang
memenuhi keinginanmu (sendiri).
Satyam brhadrtamugram diksa, tapo brahma yadnya Prthiwimdharayanti (Atharwa Weda)
Artinya : Sesungguhnya
satya,rta, diksa, tapa, brahma dan yadnya yang menyangga
dunia.
Yajna ngaraning manghanaken homa (Wraspati Tattwa)
Artinya : Yajna artinya mengadakan
homa
Yajna ngaranya “Agnihotradi” kapujan Sang Hyang
Siwagni pinakadinya (Agastya
Parwa)
Artinya : Yajna artinya
“Agnihotra” yang utama yaotu pemujaan atau persembahan kepada Sang
Hyang Siwa Agni.
Bhagawadgita III.9 menyebutkan : Setiap melakukan pekerjaan hendaknya dilakukan
sebagai
yajna dan untuk yajna.
Bhagawadgita III.12 menyebutkan, Para
dewa akan memelihara manusia dengan memberikan kebahagiaan. Karena itu manusia
yang mendapatkan kebahagiaan bila tidak membalas pemberian itu dengan yajna
pada hakikatnya adalah pencuri. Kemudian seloka selanjutnya menyebutkan bahwa
orang yang terlepas dari dosa adalah orang yang makan sisa persembahan atau
yajna. Maka sebelum menikmati makanan, kita harus mempersembahkan makanan
itu pada Tuhan. Kita makan prasadam (lungsuran=bahasa Bali) artinya makan
anugrah Tuhan.
Bhagawadgita VII.16 menyebutkan :“Chaturvidha bhayante mam Janah sukrtino
,rjuna Arto jijnasur
artharthi Jnani ca bharatasabha”
Artinya Ada empat macam orang
yang baik hati memuja padaku, wahai Bharatasabha, mereka yang sengsara, yang
mengejar ilmu, yang mengejar artha dan yang berbudi Arjuna.
Dalam kitab Sarasamucaya 81 disebutkan
dalam terjemahannya sbb.: Demikianlah hakikatnya pikiran tidak menentu
jalannya, banyak yang dicita-citakan terkadang berkeinginan, terkadang penuh
keragu-raguan, demikianlah kenyataanya, jika ada orang yang dapat
mengendalikan pikiran pasti orang itu memperoleh kebahagiaan baik
sekarang maupun didunia lain.
Kitab Bhagawadgita VII.8 memberi petunjuk sbb.
: “Raso
‘ham apsu kaunteya, prabha ‘smi sasisuryayoh,
Pranavah sarvavedeshu,
sabdah khe paurusham nrisu”
Artinya : Aku adalah rasa dalam air, Kunti
putra, Aku adalah cahaya pada bulan dan matahari. Aku adalah huruf
aum dalam kitab suci Weda, Aku adalah suara diether dan kemanusiaan pada
manusia.
Kitab Sarasamucaya I. 4. Menyebutkan
“Iyam hi
yonih prathma yonih prapya jagadipe Atmanam sakyate tratum karmabhih
sublalaksanaih Apan
ikang dadi wwang uttama juga ya, nimittaning mangkana, wenang ya Tinulung
awaknyasangkeng sangsara,
makasadanang subhakarma Hinganina
kotamamaningdadi wwang ika
Artinya : Sebab menjadi
manusia sungguh utama juga, karena itu, ia dapat menolong dirinya dari
keadaan sengsara dengan jalan karma yang baik, demikianlah keistimewaan
menjadi manusia.
Kitab Bhagawadgita IV.28 sbb.: “Dravya-Yajnas tapa-yajna, yoga-yajnas tathapare,Svadhyaya, jnana yajnas
ca yatayah samstia vratah
Artinya : Ada
yang mempersembahkan harta, ada tapa, ada yoga, dan yang lain pula
pikirkan yang terpusat dan sumpah berat, mempersembahkan ilmu dan pendidikan
budi.
Sloka Bhagawadgita menjelaskan hal ini sbb.: “ye yatha mam prapadyante, tams
tathai ‘va bhayamy aham Mam
vartma .nuvartante, manushyah partha sarvasah”
Artinya Dengan jalam manapun (beryajna) ditempuh manusia
kearah-Ku, semuanya Ku-terima
dari mana-mana semua mereka menuju jalan-Ku oh Partha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar